Jualan Yang Ga Matinya Adalah Jualan Oleh-Oleh

Jualan Yang Ga Matinya Adalah Jualan Oleh-Oleh


Jualan Yang Ga Matinya Adalah Jualan Oleh-Oleh | Tiada habis-habisnya camilan dan makanan khas berbagai daerah di Nusantara jadi ‘tambang’ bisnis. Dari yang tradisional sampai hasil eksperimen baru dan tetap banyak kesempatan yang sanggup digali.

Semangat untuk mengali makanan khas tradisional ini, tak hanya dipelopori oleh perusahaan berskala besar, eksposur sarana televisi pada perihal ini ikut mendukung. Ambil contoh, pada 29-30 Juni lantas di Jakarta digelar hajatan ‘Festival Jajanan Banggo 2007’. Acara ini menghadirkan kurang lebih 50 pedagang bersama racikan menu makanan yang istimewa. Di sini pengujung sanggup menyicip aneka makanan tradisional Nusantara, lebih-lebih yang hampir punah.Termasuk makanan khas Betawi seperti Gabus Pucung atau soto tangkar dan sate kuah khas H.Diding(almarhum).

Jakarta merupakan kota ketiga sebagai ajang gelaran Festival Jajanan Banggo 2007. Sebelumnya festival mirip berhasil di segera di Bandung dan Surabaya. Setelah Jakarta, festival bakal menyambangi Medan, Sumatra Utara. Saat festival mirip di langsungkan di Bandung, transaksi para pedagang bersama pengunjung raih Rp 500 juta, demikian juga kala berjalan di Surabaya.

Menurut Heru Prabowo, Senior Brand Manager Kecap Banggo, pihaknya ingin mengajak penduduk untuk tidak meremehkan aneka masakan tradisional. “Sayangnya keberadaan makanan tradisional ini terdesak oleh kehadiran masakan impor. Dalam ajang ini kita sanggup memperkenalkan keliru satu kekayaan Nusantara lebih-lebih makanannya,” ujar Heru Prabowo, didalam jumpa pers bersama sejumlah sarana di Jakarta 21 Juni lalu, yang juga dihadiri Maria Dwianto, External Communication Manager Unilever.

Kekayaan Nusantara didalam bentuk makanan sanggup juga keluar dari bisnis oleh-oleh di hampir seluruh kota-kota di Indonesia. Menurut Bondan Winarno, keliru satu pengamat kuliner terkemuka di Tanah Air, Indonesia mempunyai budaya yang membantu didalam perihal ini. Yakni tradisi mempunyai ‘buah tangan’ berupa makanan kalau mampir di suatu tempat. “Pengalaman aku didalam mengunjungi kota-kota di Indonesia,rata-rata mempunyai oleh-oleh yang khas di daerah itu, “tutur Bondan dan mempunyai potensi bisnis yang sangat besar.


Fakta sebenarnya membantu perihal ini.Sejumlah pebisnis terkemuka di Tanah Air telah berkembang dan membesar dari bisnis oleh-oleh. Bahkan bisnis oleh-oleh yang sesudah itu jadi Industri sanggup mengangkat pamor kota penghasil oleh-oleh tersebut. Contoh klasik, adalah dodol Garut. Salah satu pentolannya adalah H.Elli Rahardja yang menekuni pendirian dodol Sarinah. Kini produksi dodol itu telah raih 1 ton dodol per hari. Di Garut sendiri tersedia kurang lebih 85 perusahaan penghasil dodol bersama total produksi kurang lebih 4000 an dodol telah ikut mengharumkan nama Garut. Dodol Picnic, keliru satu dodol yang terkemuka di Garut, telah menyebabkan nama kota ini mencorong di dunai sport Tanah Air bersama mensponsori klub balap sepeda.

KAGAK ADE MATINYE

Memang belum angka pasti seberapa besar bisnis oleh-oleh sebagai anggota dari industri (makanan). Namun jikalau pertumbuhannya sanggup disejajarkan bersama perkembangan industri makanan dan minuman, sanggup dikatakan bisnis oleh-oleh tetap membuka kesempatan yang besar. Menurut data, industri makanan dan minuman di targetkan tumbuh 8% pada th. ini. Tahun lantas industri ini tumbuh 7,22%, penjualan industri makanan dan minuman th. 2007 ditargetkan Rp 140,6 triliun selagi pada th. 2006 Rp 130,2 triliun. Sumbangan industri ini pada PDB Non migas tak sanggup di anggap sepele, yaitu raih 27,55%.

Angka bisnis oleh-oleh pasti jauh dari angka industri itu. Namun berkaca dari eksistensinya di berbagai daerah, Bondan memandang potensinya sangat besar. “Sayangnya, aku perlu berkali-kali mengatakan, Pemerintah tak miliki perhatian didalam perihal ini,” kata dia. jikalau memandang kekuatan tahannya baik sebelum akan dan sesudah krisis, juga sanggup hadapi gempuran makanan dari luar, sebenarnya makanan khas daerah juga oleh-oleh, telah perlihatkan ketangguhannya. Bisnis ini lebih-lebih sanggup dikatakan sebagai bisnis yang kagak tersedia matiye.

Hal ini berjalan dikarenakan dari sisi permintaan, bidaya Indonesia yang menempatkan oleh-oleh sebagai sebuah kebutuhan. Sementara bagi mereka yang berada di kota besar, kerinduan pada daerah asal juga ikut menciptakan permintaan. Tak perlu diherankan kalau tak hanya menghidupkan bisnis yang mengutamakan diri pada produksi satu jenis oleh-oleh tertentu, ia juga menghidupkan bisnis perantarannya, yaitu toko-toko yang menjajakan aneka oleh-oleh dari berbagai daerah.

Dari sisi penawaran, bisnis oleh-oleh sanggup dikatakan kagak ade matinye antara lain dikarenakan pembawaan alami industri itu sendiri. Hampir sanggup dikatakan bisnis oleh-oleh tidak mempunyai barrier to entry, mirip seperti bisnis makanan pada umumnya. Hampir tidak tersedia hambatan artinya untuk sanggup masuk bisnis ini sehingga menyebabkan kompetisi sangat ketat.

Dari kompetisi yang ketat itu sesudah itu keluar inovasi, didalam inovasi produk misalnya, Bondan memandang tersedia dua kecenderungan.Pertama, persinggungan industri oleh-oleh Indonesia bersama resep-resep luar telah menghidupkan jenis-jenis oleh-oleh baru yang diminati. Ke didalam perihal ini misalnya, sanggup dijejerkan brownies kukus dari Bandung atau bolu kukus dari Medan. Brownies dan bolu sebenarnya bukan makanan khas Indonesia. Tetapi dikarenakan dibuat sesuai bersama lidah Indonesia plus dipopulerkan sebagai oleh-oleh, jadilah ia oleh-oleh khas kota pembuatnya.

Kedua,Persaingan diantara sesama pelaku industri plus semangat berekspansi telah menghidupkan inovasi melalui eskplorasi makanan asli Indonesia lantas memodifikasiknya. Bandeng Juwana di Semarang misalnya, tak ulang hanya produksi bandeng presto. Mereka juga produksi aneka oleh-oleh lain yang berbahan baku bandeng, merasa dari bandeng bakar, bandeng keju dan bandeng teriyak. Contoh lain, empuk durian yang berasal dari Riau, juga telah dibuat bersama berbagai aneka rasa, meskipun pun senantiasa berbasis durian.

Bersaman bersama inovasi pada produk, jalur pemasaran oleh-oleh juga semakin banyak bentuknya. Memang tersedia juga yang tetap memepertahankan jalur konservatif, umpama brownies kukus Amanda yang seluruh cabang-cabangnya di luar Bandung tetap di kelola oleh keluarga. Namun, jalur non konvensional telah banyak yang terbuka. Selain melalui proses keagenan, proses waralaba juga semakin banyak diterapkan didalam bisnis oleh-oleh ini. Sementara untuk memperkuat jalur pemasaran juga telah merambah dunia maya keluar dari banyaknya toko-toko online yang tawarkan oleh-oleh khas daerah.

MASIH BANYAK YANG BISA DIGALI

Di luar oleh-oleh yang telah tenar dewasa ini, sebenarnya tetap banyak ulang jenis oleh-oleh tersebar di senatero Indonesia yang sanggup membuka kesempatan bisnis. Di pulau Jawa saja, kalau bakal segera terlihat warna-warni oleh-oleh yang miliki pengagum masing-masing. Dari Purwokerto, kalau tersedia kripik tempenya yang khas tak hanya getuk goreng atau goreng belut. Dari Semarang tersedia roti Mandarin tak hanya bandeng presto dan lumpia. Dari Bandung, jangan tanya lagi. Bejibun oleh-oleh dari sini,mulai dari pisang melon, kue susu, brownies kukus sampai yogurt.

Hanya saja, tantangannya juga tidak sedikit. Misalnya, banyak diantara produsen oleh-oleh khas itu justru enggan untuk berkembang atau menikmati usahanya sebagai bisnis rumahan saja. Sebuah bisnis rumahan di Jawa Tengah, telah seminggu tidak produksi oleh-oleh khas bikinan mereka yang terkenal, dikarenakan sang ayah menderita sakit. Artinya, produksinya tetap sangat tergantung pada satu orang.

Jualan Yang Ga Matinya Adalah Jualan Oleh-Oleh | Tantangan lain yang berupa teknis adalah didalam soal pengemasan. Salah satu prasyarat oleh-oleh adalah ia seharusnya tahan lama dan praktis dibawa. Ada banyak makanan khas Indonesia yang sangat digemari tetapi dikarenakan terhambat didalam pengemasannya pada akhirnya tidak sanggup berkembang sebagai oleh-oleh. Misalnya, Di Manado banyak sekali makanan yang enak, seperti kue klappertaart. “Tetapi dikarenakan tidak sangat praktis untuk dibawa bepergian jauh, pada akhirnya ia tidak tenar sebagai oleh-oleh dari Manado,” kata Bandon. 

Jualan Yang Ga Matinya Adalah Jualan Oleh-Oleh

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Jualan Yang Ga Matinya Adalah Jualan Oleh-Oleh"

Posting Komentar